Thursday, December 06, 2007,9:27 AM
SAFARI "BULAN JINGGA DALAM KEPALA" KE TIGA KOTA
Setelah menerbitkan kumpulan puisinya dalam buku berjudul Dongeng untuk Poppy beberapa waktu lalu, menutup tahun 2007 ini, M. Fadjroel Rachman meluncurkan karya terbarunya berbentuk novel ’gemuk’ bertitel Bulan Jingga dalam Kepala. Hasrat membuat novel yang telah lama dipendamnya itu pada akhirnya terwujud juga. Seiring gawe tahunan Kompas-Gramedia Book Fair, digelarlah diskusi novel tersebut di tiga kota dalam bulan Desember ini. Secara berturut-turut bedah buku itu diselenggarakan di Gedung Sabuga, Bandung (28 November 2007), toko Gramedia Makassar (29 November 2007), dan Jakarta (4 Desember 2007).

Di Sabuga, Bandung, diskusi berlangsung dengan pembicara Kurnia Effendi (cerpenis), Hudan Hidayat (cerpenis/novelis), Mariana Amirrudin (Redaktur Pelaksana Jurnal Perempuan), Hikmat Gumelar (Penggerak Komunitas Nalar, Jatinangor), dan Dr. Safira (Dosen UPI, Bandung). Jalannya perbincangan dipandu oleh Jamal, novelis asal Bandung yang juga dosen ITENAS.

Bincang buku yang berlangsung di arena Kompas-Gramedia Book Fair itu memakan waktu hingga lebih 2 jam. Para peserta terlihat antusias memberi komentar dan tanggapan, juga pertanyaan-pertanyaan kepada para pembicara. Bertambah seru karena penulisnya, Fadjroel Rachman, ikut hadir dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Novel yang ditulis Fadjroel berdasarkan pengalamannya semasa menjadi aktivis mahasiswa di kampus Ganesha, ITB itu terinspirasi dari kisah hidup seorang narapidana yang dikenal Fadjroel di dalam penjara Sukamiskin. Azhar, nama tahanan itu, tengah menanti hukuman mati setelah selama 27 tahun menjalani hukuman kurungan penjara. Dari peristiwa ini, Fadjroel yang dipenjara karena dianggap biang keladi aksi demonstrasi mahasiswa di kampusnya, belajar banyak hal. Ia yang pada dasarnya menentang hukuman mati, semakin disadarkan akan kebesaran cinta.

“Pada dasarnya, lewat buku ini saya ingin mengatakan tentang 3 hal perihal cinta, yakni: mencintai diri sendiri, mencintai sesama manusia, dan mencintai kehidupan,” terang pria yang senang berpenampilan rapi ini.

Usai acara di Sabuga, Fadjroel segera terbang menuju Makassar untuk acara serupa esok harinya. Dan Selasa pekan lalu, digelar kembali di toko buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur, dengan menghadirkan Effendi Gadzali (dosen UI), Sujiwo Tejo (musisi dan dalang), Arya Gunawan (UNESCO Indonesia), serta Jarwo Kuwat (pemeran wakil presiden di Republik Mimpi, salah satu acara televisi). Obrolan yang berjalan santai dan segar ini dikawal oleh moderator Reda Gaudiamo.

Ketiga pembicara, Tejo, Arya, dan Effendi, sepakat untuk satu hal mengenai novel perdana Fadjroel Rachman ini. Mereka sama-sama memberi pujian bagi pilihan idiom serta diksi yang digunakan Fadjroel yang membuat roman politik itu jadi enak dibaca. Walaupun, masih menurut ketiganya, kadang-kadang agak kebanyakan porsinya. Barangkali, faktor kepenyairan penulisnya sangat berpengaruh di sini. Harap maklum, ia yang teramat mengagumi Chairil Anwar–seperti juga Tejo dan Arya–merintis jalan kepenulisannya lewat puisi.

Seolah ingin melengkapi nostalgia dengan para sahabatnya, di akhir diskusi senja itu, Fadjroel meminta Mukti Mukti tampil membawakan sebuah lagu gubahannya Bulan Jingga dalam Kepala. Mukti Mukti melantunkannya dengan manis diiringi gitar akustik yang dipetiknya sendiri. Hadir dalam kesempatan sore itu di antaranya adalah Maemunah (istri almarhum Pramoedya Ananta Toer) dan penyair Sutardji Calszoum Bachri.*** (Endah Sulwesi)
 
posted by biru
Permalink ¤