PEMENTASAN TEATER DAN DISKUSI NOVEL “JANDA DARI JIRAH”
Telah banyak kali cerita tentang Calon Arang ditulis dan dipentaskan. Legenda Tanah Bali yang terkait riwayat Raja Kediri, Airlangga, itu hampir selalu memghadirkan sosok Calon Arang dalam wujud fisik dan perangai yang buruk. Dalam banyak versi bahkan ia dihadirkan sebagai seorang nenek tua tukang teluh yang marah karena putrinya semata wayang, Ratna Manggali, tak juga ada yang kunjung meminang.
Namun, tidak demikian kiranya di tangan Cok Sawitri, penyair asal Bali yang juga dikenal sebagai artis teater. Dalam novel terbarunya, Cok menampilkan Calon Arang–ia menyebutnya “Rangda Ing Jirah”–dalam wujud wanita cantik, anggun, berilmu tinggi, berwibawa, dan seorang penganut Buddha yang taat. Novel tersebut, Janda dari Jirah, diluncurkan dan didiskusikan pada Rabu malam, 19 September 2007, di Goethehaus, Jakarta. Diskusi yang dipandu oleh Reda Gaudiamo itu mengundang Rieke Dyah Pitaloka (penulis, penyair, dan pemain sinetron) serta Maria Hartiningsih (junalis Kompas) sebagai pembahas.
Pada kesempatan tersebut, kedua wanita pembicara ini sepakat bahwa novel Janda dari Jirah merupakan karya fiksi yang menarik disimak dan dinikmati. Bukan saja lantaran bahasanya yang puitis tetapi juga karena dalam novel setebal 184 halaman tersebut, Cok Sawitri telah melakukan dekonstruksi terhadap citra Calon Arang yang kita kenal lewat dongeng-dongeng yang beredar selama ini.
Dari penuturan Maria Hartiningsih sebagai seorang yang dipercaya membaca draf kasar novel tersebut, Janda dari Jirah ditulis Cok Sawitri setelah melakukan penelitian selama tidak kurang dari sepuluh tahun. Banyak naskah kuno dan prasasti bersejarah yang dibaca dan dicermati Cok untuk novelnya ini. Cok yang selama ini lebih banyak menulis puisi ini juga telah menyambangi negeri Belanda guna memperoleh bahan-bahan penelitiannya. Janda dari Jirah hanyalah titik awal bagi sebuah karya yang lebih besar lagi. Sayangnya, sang penulis belum mau membagi rahasianya ikhwal karya besar tersebut. Tapi yang pasti, karya itu adalah sebuah buku.
Selain bedah buku, malam itu dipentaskan pula lakon Calon Arang berjudul “Dirah” oleh kelompok teater “Creamer Box” dan “Kendan”. Peretunjukan yang lebih banyak mempertontonkan gerak tubuh (tarian) ini terasa magis dan sakral, sebab konon para penarinya, termasuk Cok Sawitri yang memerankan Dirah, sebelum pertunjukan lebih dulu melaksanakan sejumlah ritual.
Sebelumnya, di tempat yang sama, telah pula dilangsungkan konferensi pers Ubud Writers & Readers Festival. Acara sastra tahunan ini akan digelar selama sepekan di Ubud, Bali mulai 25 September 2007 mendatang. Tahun ini, rencananya akan mendatangkan 100 penulis dari 18 negara, termasuk Indonesia***.
Endah Sulwesi 20/9