Tuesday, July 29, 2008,10:16 PM
Srintil

Bagi Anda yang telah membaca novel trilogi keren karya masterpiece Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk, nama Srintil tentu sudah tidak asing lagi. Tokoh utama perempuan yang berprofesi sebagai ronggeng ini mengalami nasib tragis dalam kisah tiga babak itu. Tragedi ini mengilhami kelompok Teater Tarian Mahesa untuk mengadaptasinya ke dalam lakon drama yang dipentaskan pada 27 Mei lalu di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.


Mengangkat lakon yang telanjur populer tentu menyandang beban lebih berat. Seperti halnya film layar lebar yang diangkat dari novel terkenal, misalnya Harry Potter, drama juga sedikit banyak memiliki risiko yang sama. Jika keliru menafsirkan, alih-alih mendapat pujian, malah menuai kritik dan kecaman.


Untunglah, Teater Tarian Mahesa bisa selamat dari caci-maki itu. Setidaknya itulah yang berhasil saya simpulkan dari pentas mereka malam itu yang mendapat cukup banyak aplaus dari penonton.


Drama yang dipertunjukan dalam rangkaian acara "teater tujuan" - sampai sekarang saya masih belum ngerti maksud dari nama acara itu - ini memakai panggung sederhana di arena terbuka Teater Baru (terletak di belakang Graha Bakti Budaya, berhadap-hadapan dengan masjid TIM). Disutradarai oleh Gusjur Mahesa, kelompok asal bandung ini cukup berhasil menghadirkan kisah sang ronggeng yang malang itu di atas pentas.


Tentu sukses tersebut tak bisa dilepaskan dari akting Opey Sophia selaku pemeran Srintil, walau sedikit kebablasan centilnya, kebanyakan haha hihi. Seharusnya ia bisa lebih kalem lagi. Menggunakan gaya monolog, Opey berhasil menghidupkan panggung (meski awalnya saya sempat ragu, mengapa gadis montok ini yang dipilih sebagai Srintil). Oh kiranya Opey ini pernah dinominasikan sebagai aktris terbaik pada Festival Drama Basa Sunda X di Bandung dalam lakon Jeblog.


Tak ada ilustrasi musik. Tak ada tata panggung yg mewah dengan sorot lampu berkilauan seperti lazimnya pertunjukan drama. Semuanya serbasederhana, termasuk make up dan kostum para pemainnya. Dekorasi berupa koran-koran yang diserakkan mulai dari jalan masuk sampai ke panggung berhasil mencuri perhatian penonton. Begitu juga dengan gaya lenong Betawi yang kadang meniadakan batas antara pemain dan penonton (maksud saya, pemainnya suka tiba-tiba masuk ke tengah-tengah penonton gitu loh).


Pemainnya seluruhnya berjumlah 6 orang. Satu orang sebagai pemeran utama, yaitu Opey yang memainkan beberapa karakter sekaligus (Srintil, Rasus, dll) serta 5 lainnya sebagai pemeran pembantu. Siasat yang jitu dari sutradara untuk lebih menghidupkan cerita yang naskahnya ditulis oleh Gusjur Mahesa juga.


Saya tidak perlu menuliskan ringkasan ceritanya, kan? Saya anggap saja Anda semua sudah tahu kisah si Srintil, sang Ronggeng Dukuh Paruk yang nyaris melegenda itu.


Celakanya, saya tak menonton - itupun kalau memang benar ada - dua babak selanjutnya karena sudah tak tahan dengan kepungan asap rokok di situ. Pusing. Saya terpaksa kabur setelah usai babak pertama saja.


Jika harus memberi bintang, saya kasih 3 dari 5 bintang yang tersedia. Mereka, Teater Tarian Mahesa ini, punya potensi untuk jadi besar.***
 
posted by biru
Permalink ¤ 0 comments