Tuesday, October 17, 2006,6:50 PM
FINALIS KHATULISTIWA LITERARY AWARD 2006
Akhirnya berita yang aku tunggu-tunggu terbit juga. Seseorang berkirim kabar itu kepadaku petang tadi.
Adapun kabar tersebut adalah perihal 5 karya prosa dan 6 buku puisi yang masuk babak final Khatulistiwa Litereray Award. Berikut ini adalah karya-karya itu :

Prosa :
1. Foto dan Senggring (Budi Darma)
2. Kincir Api (Kurnia Effendi)
3. Mandi Api (Gde Aryatha S)
4. Ular Keempat (Gus tf)
5. Filosofi Kopi (Dee Lestari)

Puisi :
1. Daging Akar (Gus tf)
2. Semua Telah Berubah, Tuan (Juniarso Ridwan)
3. Sehampar Kabut (Sony Farid M.)
4. Seorang Pejalan dari Hadrami ( Jefry Alkatiri)
5. Meditasi di Borobudur (Urip)
6. Santa (Dorothea Rosa H.)

Selamat ya kepada para finalis. Siapapun pemenangnya, semoga menjadi kemenangan bagi dunia sastra kita.

Salam,
endah

NB : Sekadar iseng, untuk prosa aku menjagokan "Kincir Api" dan "Foto dan Senggring". Sedangkan untuk puisi, jagoanku adalah "Daging Akar"
 
posted by biru
Permalink ¤ 4 comments
Wednesday, October 11, 2006,8:38 PM
Kejutan Manis dari Kef
Selasa petang.

Sesuai rencana, petang itu aku dan Kef sepakat akan buka puasa bersama Kris di Cilandak Town Square (Citos). Kebetulan hari itu aku sedangan "cuti" puasa. Biasa, waktunya tamu bulanan berkunjung.

Jam 17 kurang 30 menit, aku sudah tiba di pelataran parkir kantor Kef dibilangan Cawang, Jakarta. Setelah menunggu kira-kira 30 menit, APV "Sepanjang Braga" pun muncul dan kami langsung meluncur di tengah arus lalu-lintas yang padat bukan main menuju tempat yang sudah ditentukan.

Tapi rupanya Kef harus singgah sejenak di Masjid Al Azhar Blok M, karena janjian dengan seorang temannya yang nanti akan juga bergabung buka bersama.

Belum lagi tiba di Al Azhar, azan maghrib keburu berkumandang. Kef terpaksa berbuka dulu dengan aqua dan kue tambang yang gurih empuk.

Sampai di Al Azhar, Kef pamit saat maghrib dan sekalian menemui temannya itu. Sementara aku menunggu di "Sepanjang Braga" . Tak lama kemudian, Kef datang dengan seorang pria muda berkaca mata yang segera dikenalkan kepadaku.

"Anton", kata pria itu. Ranselnya besar, tersandang di punggungnya.
"Endah", aku ganti menyebut nama.
"Nah, Ndah, sekarang silakan keluarkan Les Miserables yang tadi kuminta agar dibawa", Kef berkata yang sudah pasti membuatku terkejut.

Halaaah....ternyata 'temannya' itu adalah Anton Kurnia! Ya ampun...rupanya Kef ingin memberiku kejutan buka puasa :) Sukses, Kef! Kejutan yang menyenangkan. Jadi terjawablah keherananku perihal Les Miserables. Ya, aku sempat bertanya-tanya saja mengapa Kef memintaku membawa novel Victor Hugo itu. Padahal kan ia juga punya.

Anton Kurnia sedang ada di Jakarta dalam rangka menemani Qaisra Shahraz, pengarang novel Perempuan Suci (Mizan, 2006) jalan-jalan setelah acara diskusi buku pada Senin, 9 Okt 2006 yl.
Qaisra Shahraz ini juga sempat hadir di Ubud Festival atau tepatnya seusai Ubud Festival ia diundang Mizan sebagai penerbit novelnya versi Indonesia untuk book tour di Jakarta dan Bandung. Sayang, aku tidak bisa hadir pada acara diskusi tersebut.

Mumpung di Jakarta, diam-diam kedua klan Kurnia ini (Anton dan Effendi) sepakat bertemu. Tadinya, Anton mengajak serta sang istri, namun batal sebab nyonya Anton mendapat tugas menemani Qaisra piknik melihat laut di Jakarta (baca : Ancol).

Pendeknya, kami menghabiskan malam itu berempat yang berakhir di markas Kris di MP Book Point. Ada hadiah menyenangkan dari Anton untuk aku dan Kef : Insomnia, buku kumpulan cerpen karyanya terbitan Jalasutra. Kef malah dapat 2. Satunya lagi : Ensiklopedi Sastra Indonesia.

Sewaktu di MP Book - eh lagi ada diskon ramadhan tuh - aku akhirnya beli Perempuan Suci. Novel itu lalu kutitipkan pada Anton untuk ditandatangani oleh Qaisra Shahraz.

Pada akhirnya, aku harus menghaturkan beribu terima kasih atas kejutan manis dari Kef itu. Terima kasih ya, Kef. Berikutnya, apalagi, eh..maksudku siapa lagi? :)

Salam,
endah sulwesi
 
posted by biru
Permalink ¤ 6 comments
Saturday, October 07, 2006,9:55 PM
Ada Jokpin Di "TADARUS PUISI"
Sudah lama aku mendambakan bisa menyaksikan Joko Pinurbo, penyair idolaku, baca puisi. Aku jatuh cinta pada puisi-puisinya yang 'sederhana', jernih, dengan kekuatan naratif dan kelakar-kelakar miris yang membuatku separuh tertawa separuh menangis membacanya. Sajak-sajaknya seperti "cerpen mini" karena selalu saja berisi sebuah kisah dengan tokoh-tokoh yang ia pungut dari sekitarnya : tukang becak, tukang bakso, pak guru, tukang ojek.....

Setelah cukup lama menikmati keindahan sajak-sajaknya lewat buku-buku kumpulan puisinya (Celana, Di Bawah Kibaran Sarung, Pacar Kecil, Pacar Senja, Telepon Genggam) tanpa satu kalipun melihatnya tampil di panggung, maka malam tadi, 6 Oktober 2006, di Teater Kecil TIM Jakarta, akhirnya kudapatkan juga kesempatan itu : nonton Jokpin baca puisi dalam acara Tadarus Puisi. Acara ini digelar setiap tahun oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Acara yang sedianya dimulai pkl. 20.00 agak mulur sedikit. Penampil pertama adalah saut Situmorang. Penyair nyentrik dari Yogyakarta ini membawakan 5 judul puisinya. Salah satunya yang aku lumayan suka : Saut Kecil Bicara dengan Tuhan.

Seminggu sebelumnya, di Yogya Saut 'mengancam' akan baca puisi sambil mabuk (atau mabuk sambil baca puisi?). Tetapi syukurlah ia tak melaksanakan ancamannya itu. Ia tidak tampak seperti orang mabuk :)

Penampil berikutnya adalah Ida Ayu Oka Suwati Sideman. Perempuan penyair ini kelahiran Denpasar, 11 Oktober 1969. Beberapa penghargaan telah ia terima untuk puisi-puisinya. Malam itu ia hanya membawakan 2 buah puisi, di antaranya berjudul Sinta.

Ketika akhirnya tiba giliran Joko Pinurbo, penonton mendadak berseru-seru riuh-rendah menyambutnya. Tepuk tangan membahana saat penyair bertubuh kurus ceking itu naik ke pentas. Berkemeja hijau pupus yang kelihatahan agak kebesaran di tubuh mungilnya, ia pun mulai membacakan puisi-puisinya.

Dibuka dengan Penumpang Terakhir dan diikuti berturut-turut Sehabis Sembahyang, Baju Bulan, dan Seperti Apa Terbebas dari Dendam Derita? Sebagai "bonus" kepada para hadirin yang telah memberinya aplaus meriah bagi setiap puisi yang dibacakannya malam itu, Jokpin menampilkan masterpiece-nya : Celana Ibu. Secara berkelakar ia menyebut karyanya ini sebagai puisinya yang paling relijius :)

Tak pelak lagi, malam itu - tanpa mengurangi rasa hormat kepada ketiga penampil yang lain - Jokpin-lah bintangnya. Dialah yang paling banyak mendapatkan tepuk tangan hadirin. Dia pulalah yang mencoba membangun komunikasi dengan penonton lewat celetukan-celetukan spontannya. Rasanya tak cukup puas hanya dengan 5 puisi.

Untunglah, 'ketidakpuasan'-ku itu akhirnya terbayar tunai malam itu juga dengan ngopi dan ngobrol bareng Jokpin serta teman-teman dari Apsas dan Bunga Matahari. Dari Apsas ada Mas Yo, Kef, dan Dino F.Umahuk (senang bisa kenal kamu, Dino). Juga ada penyair Zai Lawang Langit dan beberapa gadis muda cantik harum dari Buma.

Obrolan intim itu diselingi juga dengan pembacaan puisi spontan dari teman-teman penyair. Suasana jadi hangat dan akrab. Nyamikan berupa tahu gejrot serta bergelas-gelas kopi hitam panas turut menambah meriah obrolan, hingga tanpa terasa sudah tengah malam. Aku, Kef, dan Dina (karibku) dengan berat hati terpaksa harus membubarkan diri. Padahal peserta riungan bertambah banyak dengan kehadiran Eka Kurniawan, Ratih Kumala, Ucu Agustin, dkk. Kabarnya, mereka begadang sampai jam 2 dini hari.

Ah..ya ada yang terlupa : Sitok Srengenge. Ia tampil terakhir dengan 2 buah puisi yang pembacaannya dimeriahkan pula oleh para penari darwis.

Salam,
endah 7/10
 
posted by biru
Permalink ¤ 2 comments
Monday, October 02, 2006,10:16 PM
Mengiringi Perjalanan "Jogja 5.9 Skala Richter"
Masih dalam rangkaian launching buku antologi puisi Jogja 5.9 Skala Richter yang sedianya ditujukan dalam rangka penggalangan dana untuk para korban gempa di Yogya, Sabtu malam 30 September 2006, sesuai jadwal yang telah direncanakan, digelarlah acara peluncuran buku tersebut untuk kedua kalinya (yang pertama di Jakarta, 16 September 2006) di Kedai Kebun Yogyakarta. Acara tersebut diramaikan dengan pembacaan puisi oleh para penyair Yogya, al : Joko Pinurbo, Saut Situmorang, Afrizal Malna, Katrin Bandel dll.

Sejak Jumat malam, orang paling capek dan paling sibuk mengurusi acara ini - dialah Kurnia Effendi - telah berangkat dari Jakarta dengan kereta api agar bisa menyiapkan segala sesuatunya di lokasi. Sampai di Yogya jam 5 Pagi, Sabtu, 30 September 2006.

Sembari menunggu waktu check in di hotel Winotosastro yang telah dipesannya, Kef pun meluangkan waktu sejenak mengunjungi situs candi Hindu terbesar : Prambanan. Saat ini, candi yang konon dibuat oleh lelaki sakti nan perkasa Bandung Bondowoso demi memenuhi permintaan pujaan hatinya, Roro Jonggrang itu, tengah direnovasi di beberapa bagian yang cedera akibat gempa. Oleh karenanya lokasi terdekat yang bisa dicapai para pengunjung hanya sampai di luar pagar yang mengelilingi kompleks utama candi tsb. Hari masih sangat pagi, bahkan para pekerja yang merenovasi candi belum tampak sepotong pun.

Kef mulai beraksi dengan kamera digitalnya. Tak ada yang luput dari pengamatannya, termasuk arca lingga dan yoni yang terdapat di museumnya.

Oya, untuk keperluan transportasi selama di Yogya, Kef berhasil mendapatkan pinjaman mobil dari seorang teman kantor Suzuki cabang Yogya. Satu keuntungan sebagai karyawan kantor pusat Suzuki rupanya :)

Sekitar jam 09, ia sudah boleh check in di hotel. Setelah mandi dan istirahat sebentar (padahal di kereta ia sudah puas tidur sepanjang perjalanan) datanglah seniman nyentrik se-Yogya : Saut Situmorang. Mereka pun ngobrol dengan seru sebelum kemudian bergerak menyusuri beberapa lokasi terparah akibat gempa yl, yakni : Bantul, Pundong, dan Imogiri.

Sungguh membuat trenyuh hati yang melihat pemandangan menyedihkan itu : reruntuhan bangunan berserak diselang-seling tenda-tenda dan rumah-rumah gedek yang tampak baru dibangun. Beberapa bangunan kelihatan dibiarkan apa adanya dengan kondisi memprihatinkan dan tidak mungkin untuk dihuni. Anak-anak bersekolah di dalam tenda-tenda darurat sebab bangunan sekolah mereka rusak berat dan belum diperbaiki. Ah..bagaimana nanti jika musim penghujan tiba? Bagaimana kegiatan belajar itu akan berlangsung? Bagaimana mereka yang masih berumah di tenda-tenda? Mana uang 30 juta yang dijanjikan Tuan Yusuf Kalla selaku wakil presiden republik ini? Sudah 4 bulan berlalu sejak bencana itu melanda tampaknya belum ada upaya yang cukup berarti yang dilakukan pemerintah, baik daerah mau pun pusat. Masyarakat berusaha bangkit sendiri dengan sisa-sisa semangat dan harapan yang mereka miliki. Kata Saut dengan penuh emosi : "Rakyat Yogya tak butuh pemerintah. Mereka bisa mengatur hidupnya sendiri"

Sementara itu, Kyai Merapi hari itu hanya tampak samar-samar di kejauhan, di arah utara. Bayangannya berkelebat di antara gumpalan awan kemarau yang menutupinya sepanjang hari. Gunung berapi itu kelihatan tenang. Barangkali Mbah Marijan sudah mampu menaklukkannya. Meski begitu, udara Yogya terasa panas, terik, dan membuat display es kelapa muda di sepanjang jalan Parangtritis jadi sangat menggiurkan. Belum lagi gerobak-gerobak dan meja-meja yang memajang aneka takjil untuk berbuka puasa. Pasti diam-diam Kef menelan ludah membayangkan nikmatnya berbuka puasa dengan itu semua :)

Selesai itu, Kef dan Saut menuju Kedai Kebun, tempat berlangsungnya acara malam nanti. Oya, telah bergabung pula dengan rombongan kecil itu Sanie B.Kuncoro (Susan), cerpenis cantik asal Yogya sahabat lama Kef. Di Kedai Kebun mereka mengerjakan persiapan-persiapan yang diperlukan sampai tiba azan magrib.

Singkat cerita, tibalah waktunya acara digelar. Dekorasi panggung hasil kreasi Saut dan pengikutnya lumayan artistik : pentas berwarna hitam dengan back drop berupa layar putih besar tempat nanti diputar film dan foto-foto dokumentasi peristiwa 27 Mei 2006 yang memorak-porandakan Yogya.

Kecemasan Susan soal jumlah pengunjung tak terbukti. Ternyata pengunjung yang hadir lumayan banyak (tampak ada TS.Pinang, Herlina Si Garis Tepi Seorang Lesbian, Joni Ariadinata, Kris Budiman, Dina Oktaviani dll), memadati ruangan seluas lapangan bulu tangkis itu. Pasti lebih dari 100, sebab keseratus bingkisan yang disediakan PT Excelcomindo ludes. Mereka duduk lesehan di atas tikar-tikar yang digelar panitia. Asap rokok mulai mengabut, menyesaki udara, memedihkan mata. Tetapi siapa yang berani melarang mereka merokok?

Tak lama acara pun dibuka oleh MC dadakan : Wizar Al Ghifari, cerpenis dari Bandung yang malam itu membawa gengnya sebanyak 7 orang, di antaranya ada Indrian Koto. Kef memberi sambutan selaku editor dan wakil dari KSI. Diteruskan oleh sambutan dari PT Excel dan penyerahan buku Jogja 5.9 Skala Richter kepada Saut selaku tuan rumah / wakil Yogya.

Usai formal-formalan, tibalah yang dinanti-nantikan semua hadirin : pembacaan puisi. Saut Sitomorang mendapat kehormatan sebagai penampil pertama, dilanjutkan oleh Joko Pinurbo, Katrin Bandel dll.

Kira-kira jam 23, acara selesai. Seperti biasa beberapa tamu tak lantas pulang, kecuali Jokpin yang pamit sore-sore karena masih ada keperluan yang harus diurus. Mereka ngobrol di kedai, mengitari meja-meja bundar sembari menyeruput aneka minuman : kopi, coklat panas, teh manis panas, soft drink, dan bir (ini sih khusus buat Saut hehehe). Berbagai topik mengalir dibahas di meja-meja kayu sederhana itu. Derai tawa sesekali meledak memecah malam yang kian larut. Namun, sepertinya orang-orang itu tidak kenal rasa kantuk. Malah Saut 'memaksa' anak-anak muda binaannya untuk membacakan puisi spontan. Suasana jadi tambah meriah.

Ketika akhirnya jarum arloji menunjuk waktu jam 2 pagi, makhluk-makhluk ajaib itu dengan enggan terpaksa beranjak meninggalkan kedai dan kegembiraan. Rombongan KSI (Kef - Saut Institut, singkatan hasil rekayasa Saut) tak segera balik ke hotel. Mereka berburu gudeg paling enak se-Yogya untuk santapan sahur. Karena malam minggu dan telah amat larut, mereka baru berhasil menemukan tempat gudeg itu di warung keempat yang disatroni. Tiga yang sebelumnya sudah tutup semua. Untungnya, pilihan Saut tak mengecewakan. Gudegnya ueeenaaak tenaaan. Susan dan Katrin pun sepakat.

Begitulah. Semoga kerja mulia mereka berkenan di hati banyak orang, walaupun malam itu buku yang terjual cuma 11 eks. saja. Tetapi kita doakan, di toko-toko buku penjualannya lebih bagus lagi. Ayo donk beli, karena dengan membeli teman-teman sudah menyumbang untuk saudar-saudara kita di Yogya.

Salam,
Endah (laporan ini dibuat hasil dari 'ngintili Kef)
 
posted by biru
Permalink ¤ 0 comments