Saturday, October 07, 2006,9:55 PM
Ada Jokpin Di "TADARUS PUISI"
Sudah lama aku mendambakan bisa menyaksikan Joko Pinurbo, penyair idolaku, baca puisi. Aku jatuh cinta pada puisi-puisinya yang 'sederhana', jernih, dengan kekuatan naratif dan kelakar-kelakar miris yang membuatku separuh tertawa separuh menangis membacanya. Sajak-sajaknya seperti "cerpen mini" karena selalu saja berisi sebuah kisah dengan tokoh-tokoh yang ia pungut dari sekitarnya : tukang becak, tukang bakso, pak guru, tukang ojek.....

Setelah cukup lama menikmati keindahan sajak-sajaknya lewat buku-buku kumpulan puisinya (Celana, Di Bawah Kibaran Sarung, Pacar Kecil, Pacar Senja, Telepon Genggam) tanpa satu kalipun melihatnya tampil di panggung, maka malam tadi, 6 Oktober 2006, di Teater Kecil TIM Jakarta, akhirnya kudapatkan juga kesempatan itu : nonton Jokpin baca puisi dalam acara Tadarus Puisi. Acara ini digelar setiap tahun oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Acara yang sedianya dimulai pkl. 20.00 agak mulur sedikit. Penampil pertama adalah saut Situmorang. Penyair nyentrik dari Yogyakarta ini membawakan 5 judul puisinya. Salah satunya yang aku lumayan suka : Saut Kecil Bicara dengan Tuhan.

Seminggu sebelumnya, di Yogya Saut 'mengancam' akan baca puisi sambil mabuk (atau mabuk sambil baca puisi?). Tetapi syukurlah ia tak melaksanakan ancamannya itu. Ia tidak tampak seperti orang mabuk :)

Penampil berikutnya adalah Ida Ayu Oka Suwati Sideman. Perempuan penyair ini kelahiran Denpasar, 11 Oktober 1969. Beberapa penghargaan telah ia terima untuk puisi-puisinya. Malam itu ia hanya membawakan 2 buah puisi, di antaranya berjudul Sinta.

Ketika akhirnya tiba giliran Joko Pinurbo, penonton mendadak berseru-seru riuh-rendah menyambutnya. Tepuk tangan membahana saat penyair bertubuh kurus ceking itu naik ke pentas. Berkemeja hijau pupus yang kelihatahan agak kebesaran di tubuh mungilnya, ia pun mulai membacakan puisi-puisinya.

Dibuka dengan Penumpang Terakhir dan diikuti berturut-turut Sehabis Sembahyang, Baju Bulan, dan Seperti Apa Terbebas dari Dendam Derita? Sebagai "bonus" kepada para hadirin yang telah memberinya aplaus meriah bagi setiap puisi yang dibacakannya malam itu, Jokpin menampilkan masterpiece-nya : Celana Ibu. Secara berkelakar ia menyebut karyanya ini sebagai puisinya yang paling relijius :)

Tak pelak lagi, malam itu - tanpa mengurangi rasa hormat kepada ketiga penampil yang lain - Jokpin-lah bintangnya. Dialah yang paling banyak mendapatkan tepuk tangan hadirin. Dia pulalah yang mencoba membangun komunikasi dengan penonton lewat celetukan-celetukan spontannya. Rasanya tak cukup puas hanya dengan 5 puisi.

Untunglah, 'ketidakpuasan'-ku itu akhirnya terbayar tunai malam itu juga dengan ngopi dan ngobrol bareng Jokpin serta teman-teman dari Apsas dan Bunga Matahari. Dari Apsas ada Mas Yo, Kef, dan Dino F.Umahuk (senang bisa kenal kamu, Dino). Juga ada penyair Zai Lawang Langit dan beberapa gadis muda cantik harum dari Buma.

Obrolan intim itu diselingi juga dengan pembacaan puisi spontan dari teman-teman penyair. Suasana jadi hangat dan akrab. Nyamikan berupa tahu gejrot serta bergelas-gelas kopi hitam panas turut menambah meriah obrolan, hingga tanpa terasa sudah tengah malam. Aku, Kef, dan Dina (karibku) dengan berat hati terpaksa harus membubarkan diri. Padahal peserta riungan bertambah banyak dengan kehadiran Eka Kurniawan, Ratih Kumala, Ucu Agustin, dkk. Kabarnya, mereka begadang sampai jam 2 dini hari.

Ah..ya ada yang terlupa : Sitok Srengenge. Ia tampil terakhir dengan 2 buah puisi yang pembacaannya dimeriahkan pula oleh para penari darwis.

Salam,
endah 7/10
 
posted by biru
Permalink ¤