Monday, October 02, 2006,10:16 PM
Mengiringi Perjalanan "Jogja 5.9 Skala Richter"
Masih dalam rangkaian launching buku antologi puisi Jogja 5.9 Skala Richter yang sedianya ditujukan dalam rangka penggalangan dana untuk para korban gempa di Yogya, Sabtu malam 30 September 2006, sesuai jadwal yang telah direncanakan, digelarlah acara peluncuran buku tersebut untuk kedua kalinya (yang pertama di Jakarta, 16 September 2006) di Kedai Kebun Yogyakarta. Acara tersebut diramaikan dengan pembacaan puisi oleh para penyair Yogya, al : Joko Pinurbo, Saut Situmorang, Afrizal Malna, Katrin Bandel dll.

Sejak Jumat malam, orang paling capek dan paling sibuk mengurusi acara ini - dialah Kurnia Effendi - telah berangkat dari Jakarta dengan kereta api agar bisa menyiapkan segala sesuatunya di lokasi. Sampai di Yogya jam 5 Pagi, Sabtu, 30 September 2006.

Sembari menunggu waktu check in di hotel Winotosastro yang telah dipesannya, Kef pun meluangkan waktu sejenak mengunjungi situs candi Hindu terbesar : Prambanan. Saat ini, candi yang konon dibuat oleh lelaki sakti nan perkasa Bandung Bondowoso demi memenuhi permintaan pujaan hatinya, Roro Jonggrang itu, tengah direnovasi di beberapa bagian yang cedera akibat gempa. Oleh karenanya lokasi terdekat yang bisa dicapai para pengunjung hanya sampai di luar pagar yang mengelilingi kompleks utama candi tsb. Hari masih sangat pagi, bahkan para pekerja yang merenovasi candi belum tampak sepotong pun.

Kef mulai beraksi dengan kamera digitalnya. Tak ada yang luput dari pengamatannya, termasuk arca lingga dan yoni yang terdapat di museumnya.

Oya, untuk keperluan transportasi selama di Yogya, Kef berhasil mendapatkan pinjaman mobil dari seorang teman kantor Suzuki cabang Yogya. Satu keuntungan sebagai karyawan kantor pusat Suzuki rupanya :)

Sekitar jam 09, ia sudah boleh check in di hotel. Setelah mandi dan istirahat sebentar (padahal di kereta ia sudah puas tidur sepanjang perjalanan) datanglah seniman nyentrik se-Yogya : Saut Situmorang. Mereka pun ngobrol dengan seru sebelum kemudian bergerak menyusuri beberapa lokasi terparah akibat gempa yl, yakni : Bantul, Pundong, dan Imogiri.

Sungguh membuat trenyuh hati yang melihat pemandangan menyedihkan itu : reruntuhan bangunan berserak diselang-seling tenda-tenda dan rumah-rumah gedek yang tampak baru dibangun. Beberapa bangunan kelihatan dibiarkan apa adanya dengan kondisi memprihatinkan dan tidak mungkin untuk dihuni. Anak-anak bersekolah di dalam tenda-tenda darurat sebab bangunan sekolah mereka rusak berat dan belum diperbaiki. Ah..bagaimana nanti jika musim penghujan tiba? Bagaimana kegiatan belajar itu akan berlangsung? Bagaimana mereka yang masih berumah di tenda-tenda? Mana uang 30 juta yang dijanjikan Tuan Yusuf Kalla selaku wakil presiden republik ini? Sudah 4 bulan berlalu sejak bencana itu melanda tampaknya belum ada upaya yang cukup berarti yang dilakukan pemerintah, baik daerah mau pun pusat. Masyarakat berusaha bangkit sendiri dengan sisa-sisa semangat dan harapan yang mereka miliki. Kata Saut dengan penuh emosi : "Rakyat Yogya tak butuh pemerintah. Mereka bisa mengatur hidupnya sendiri"

Sementara itu, Kyai Merapi hari itu hanya tampak samar-samar di kejauhan, di arah utara. Bayangannya berkelebat di antara gumpalan awan kemarau yang menutupinya sepanjang hari. Gunung berapi itu kelihatan tenang. Barangkali Mbah Marijan sudah mampu menaklukkannya. Meski begitu, udara Yogya terasa panas, terik, dan membuat display es kelapa muda di sepanjang jalan Parangtritis jadi sangat menggiurkan. Belum lagi gerobak-gerobak dan meja-meja yang memajang aneka takjil untuk berbuka puasa. Pasti diam-diam Kef menelan ludah membayangkan nikmatnya berbuka puasa dengan itu semua :)

Selesai itu, Kef dan Saut menuju Kedai Kebun, tempat berlangsungnya acara malam nanti. Oya, telah bergabung pula dengan rombongan kecil itu Sanie B.Kuncoro (Susan), cerpenis cantik asal Yogya sahabat lama Kef. Di Kedai Kebun mereka mengerjakan persiapan-persiapan yang diperlukan sampai tiba azan magrib.

Singkat cerita, tibalah waktunya acara digelar. Dekorasi panggung hasil kreasi Saut dan pengikutnya lumayan artistik : pentas berwarna hitam dengan back drop berupa layar putih besar tempat nanti diputar film dan foto-foto dokumentasi peristiwa 27 Mei 2006 yang memorak-porandakan Yogya.

Kecemasan Susan soal jumlah pengunjung tak terbukti. Ternyata pengunjung yang hadir lumayan banyak (tampak ada TS.Pinang, Herlina Si Garis Tepi Seorang Lesbian, Joni Ariadinata, Kris Budiman, Dina Oktaviani dll), memadati ruangan seluas lapangan bulu tangkis itu. Pasti lebih dari 100, sebab keseratus bingkisan yang disediakan PT Excelcomindo ludes. Mereka duduk lesehan di atas tikar-tikar yang digelar panitia. Asap rokok mulai mengabut, menyesaki udara, memedihkan mata. Tetapi siapa yang berani melarang mereka merokok?

Tak lama acara pun dibuka oleh MC dadakan : Wizar Al Ghifari, cerpenis dari Bandung yang malam itu membawa gengnya sebanyak 7 orang, di antaranya ada Indrian Koto. Kef memberi sambutan selaku editor dan wakil dari KSI. Diteruskan oleh sambutan dari PT Excel dan penyerahan buku Jogja 5.9 Skala Richter kepada Saut selaku tuan rumah / wakil Yogya.

Usai formal-formalan, tibalah yang dinanti-nantikan semua hadirin : pembacaan puisi. Saut Sitomorang mendapat kehormatan sebagai penampil pertama, dilanjutkan oleh Joko Pinurbo, Katrin Bandel dll.

Kira-kira jam 23, acara selesai. Seperti biasa beberapa tamu tak lantas pulang, kecuali Jokpin yang pamit sore-sore karena masih ada keperluan yang harus diurus. Mereka ngobrol di kedai, mengitari meja-meja bundar sembari menyeruput aneka minuman : kopi, coklat panas, teh manis panas, soft drink, dan bir (ini sih khusus buat Saut hehehe). Berbagai topik mengalir dibahas di meja-meja kayu sederhana itu. Derai tawa sesekali meledak memecah malam yang kian larut. Namun, sepertinya orang-orang itu tidak kenal rasa kantuk. Malah Saut 'memaksa' anak-anak muda binaannya untuk membacakan puisi spontan. Suasana jadi tambah meriah.

Ketika akhirnya jarum arloji menunjuk waktu jam 2 pagi, makhluk-makhluk ajaib itu dengan enggan terpaksa beranjak meninggalkan kedai dan kegembiraan. Rombongan KSI (Kef - Saut Institut, singkatan hasil rekayasa Saut) tak segera balik ke hotel. Mereka berburu gudeg paling enak se-Yogya untuk santapan sahur. Karena malam minggu dan telah amat larut, mereka baru berhasil menemukan tempat gudeg itu di warung keempat yang disatroni. Tiga yang sebelumnya sudah tutup semua. Untungnya, pilihan Saut tak mengecewakan. Gudegnya ueeenaaak tenaaan. Susan dan Katrin pun sepakat.

Begitulah. Semoga kerja mulia mereka berkenan di hati banyak orang, walaupun malam itu buku yang terjual cuma 11 eks. saja. Tetapi kita doakan, di toko-toko buku penjualannya lebih bagus lagi. Ayo donk beli, karena dengan membeli teman-teman sudah menyumbang untuk saudar-saudara kita di Yogya.

Salam,
Endah (laporan ini dibuat hasil dari 'ngintili Kef)
 
posted by biru
Permalink ¤